TEKNIK MEMBATIK SUDAH ADA SEJAK ABAD KE V DI TANAH PASUNDAN DAN TORAJA
Batik bisa disebut produk asli Indonesia, bila ditilik bahwa produk
kain yang mengalami proses celup rintang atau proses menahan warn
a
ini dikenal sejak abad ke V di Tanah Pasundan dan Tanah Toraja.Dimana
pada teknik menghias dengan menahan warna pada batik yang dikenal saat
ini adalah dengan menggunakan lilin malam. Proses celup rintang atau
menahan warna, adalah proses pelukisan di atas kain menggunakan lilin
malam sebagai perintang/penahan warna pada saat kain dicelupkan pada
cairan berwarna.
Sebelum batik seperti yang sekarang dikenal
ada, yaitu teknik menghias dengan menahan warna/celup rintang memakai
lilin malam, di Indonesia sudah dikenal batik dengan teknik lebih
sederhana. Cikal bakal batik dapat ditelusuri dari KAIN SIMBUT dari
Tanah Pasundan tepatnya di Banten dan KAIN SARITA dari Tanah Toraja di
Sulawesi Selatan yang memakai bubur ketan dan lilin lebah sebagai
perintang warna.
Kain Simbut, di jaman Kerajaan Tarumanagara,
dimana ditemukan artefak (abad ke V) yang menjelaskan tentang teknik
menahan warna pada kain simbut, yaitu dengan menggunakan bahan dari
bubur ketan. Sebagai penahan warna pada kain simbut dipakai nasi pulut
(bubur ketan) yang dilumatkan dan dicampur air gula. Kain lalu
dicelupkan ke dalam cairan pewarna yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan.
Kemudian nasi pulut dikerok dan bagian yang ditutupi nasi pulut tetap
tinggal putih seperti warna asli kain.
Sementara itu pada abad
ke V pula, kain sarita dari Toraja, Sulawesi Selatan, memakai teknik
menahan warna selain memakai bubur ketan juga menggunakan bahan dari
lilin lebah. Sarita pertama kali dikerjakan di daerah pegunungan yang
terisolasi sehingga ada dugaan, Indonesia memiliki cikal bakal batik
dari dalam wilayahnya sendiri.
Menurut TT Soerjanto, kurator
pada Museum Batik Kuno Danar Hadi (Solo) dan juga mantan Kepala Balai
Pengembangan Batik di Yogyakarta bahwa produk kain yang mengalami proses
celup rintang ini dikenal sejak abad V di Tanah Pasundan dan Tana
Toraja. Setelah menyusuri database ilmiah Pro-Quest, dapatkan satu
thesis master yang disubmitted di California State University, oleh
Trish Hodge (1999) yg mengurai ringkas sejarah batik (hal 13-19).
Mengutip Heringa (1996), konon batik ini diperkenalkan oleh orang India,
pada saat Raja Lembu Amiluhur menikahkan putranya dengan putri India,
sekitar tahun 700 M. Dalam bagian lainnya, disebut kalau batik dalam
bentuk yang lebih primitif justru sudah dimiliki oleh orang Toraja (Tana
Toraja, Sulawesi Selatan). Sementara kata “BATIK” itu sendiri baru
secara tertulis ditemukan pada tahun 1641 dalam dokumen pengiriman
barang dari Batavia (Jakarta) ke Bengkulu, sedangkan menurut pakar batik
Belanda, Rouffaer (1914), referensi pertama tentang "batik" ini merujuk
ke tahun 1520 (Gittinger, 1985)
Maka wajar bila perjalanan
dalam rentang waktu yang cukup panjang, 15 abad, telah menjadikan batik
sebagai satu wahana ungkapan dunia pikir atau kosmologi yang pernah
hidup di suatu masyarakat. Lebih dari sekadar wahana ungkapan estetik
belaka. Melalui batik, masyarakat mengungkapkan dunia pikir yang hidup
pada zamannya; yaitu meliputi kepercayaan, mitos, konsepsi penciptaan
kehidupan, jagat raya, harmoni hidup, etika, adat istiadat, dan
seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar