Minggu, 06 Mei 2012 | 16:03
            
Kampung Batik Pal Batu, Jakarta memberi warna dan motif area sekitar dengan nuansa batik.
Melirik Kampung Batik Jakarta
Berusaha melestarikan batik Betawi.
Kampung Batik Laweyan, Solo dan Kampung Batik Trusmi, Cirebon sejak
 lama dikenal sebagai pusatnya wilayah batik karena daerah-daerah 
tersebut memiliki perkumpulan perajin dan dijadikan sentra bisnis. 
Terinspirasi dari wilayah-wilayah tersebut serta keinginan melestarikan 
batik, 4 orang pencinta batik memprakarsai dibuatnya kampung batik 
Jakarta.
"Saya yang pertama memiliki ide untuk memulai kampung batik. 
Setelah berbicara dengan beberapa teman, terbentuklah 4 orang yang 
memiliki ide untuk membuat kampung batik, yaitu, Iwan Darmawan, Budi 
Haryanto, Safri, dan saya," tutur Ismoyo W Bimo, salah satu penggagas 
Kampung Batik Jakarta, Pal Batu, Jakarta, Sabtu (5/5).
Di tahun 2010,  keempatnya bertemu dan membuat perencanaan atau 
rancangan awal dari kampung batik. Setelah mencari lokasi-lokasi tepat 
di sana-sini, keempatnya setuju, daerah Pal Batu adalah lokasi paling 
tepat. 
"Daerah ini dekat dengan sentra-sentra batik Jakarta di zaman dulu;
 Tanah Abang, Bendungan Hilir, Thamrin, Palmerah, dan sekitarnya. Daerah
 ini menurut kami adalah yang paling pas. Apalagi wilayah perumahannya 
masih cukup dekat, tidak banyak industri yang tumbuh, serta 
masyarakatnya juga dekat satu sama lain," jelas Bimo kepada 
Beritasatu.com. 
Sejak setahun lalu, wilayah ini menyelenggarakan acara bertajuk 
Jakarta Batik Carnival. Sebuah ajang 2 hari yang ditujukan untuk 
"mengeksplorasi potensi batik menjadi suatu tampilan menarik dan 
dirancang dengan event karnaval massal," begitu tulisan di situsnya. 
Kampoeng Batik ini berharap bisa menjadi sentra pengrajin batik 
Betawidan tujuan alternatif belanja kain batik. Dengan harapan bisa 
mendukung pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi
 rakyat, lanjutan keterangan tentang gerakan ini. 
"Sebenarnya ini berdasar kecintaan kami terhadap batik. Kami ingin 
melestarikan batik. Sejak lama saya, yang kolektor batik, mencari tahu 
tentang batik. Lalu dari sana saya menemukan, Jakarta memiliki batiknya 
sendiri, dengan ciri khas tumpal dan motif ondel-ondel, monas, dan 
lainnya," ujar Bimo yang mengaku tergabung dalam komunitas Batik Banget.
Jakarta Batik Carnival kali pertama dilaksanakan pada tanggal 21-22
 Mei 2011. Tahun ini, JBC diselenggarakan pada tanggal 5-6 Mei 2012. 
Acara berbasis komunitas ini menampilkan pameran batik, gelar 
kreativitas pelajar, lomba desain motif batik Betawi, dan sebagainya. 
"Sejak ajang pertama, daerah ini sudah memiliki setidaknya 7 gerai 
yang menjual batik. Harapannya mereka akan terus bertumbuh dan 
meningkatkan penghidupan masyarakat daerah ini. Lalu ada 2 sanggar batik
 yang didirikan; Sanggar Setapak dan yang terbaru, Sanggar Cantingku. 
Anggotanya adalah masyarakat dan anak-anak. Kami juga sering mengundang 
perajin dari berbagai daerah," jelas Bimo. 
Tahun lalu, Kampung Batik Jakarta ini sempat mencatat nama di 
Museum Rekor Indonesia dengan menciptakan coretan batik di jalan 
terpanjang, yakni 133,9 meter. 
Dari sana, mulai terlihat pemberitaan-pemberitaan tentang daerah 
ini. Gerakan yang awalnya hanya berupa swadaya masyarakat ini pun mulai 
menarik perhatian. Sabtu (5/5), produsen cat, Akzonobel, dengan 
produknya, cat Dulux pun turut mendukung dengan menyumbangkan 20 ribu 
cat. 
Selain mendirikan sanggar-sanggar membatik untuk belajar batik bagi
 warga-warga di sekitarnya, daerah ini juga melakukan pengecatan motif 
batik di dinding-dinding rumah warga, sebagian jalanan, dan wilayah 
sekitarnya. 
Mengakui pihaknya mengambil inspirasi dari kampung-kampung batik 
yang sudah ada, Bimo mengatakan, Jakarta punya tantangan lebih besar 
karena bukan berdasar dari perajin. Karena itu ia yang merasa sudah 
memperdalam dan memiliki koneksi cukup ke beberapa perajin, diberi tugas
 untuk mengkoordinasi perajin dari berbagai daerah batik di Indonesia 
untuk berbagi pelajaran dengan komunitas Kampung Batik di Jakarta. 
Ketika ditanya mengenai komitmen pihak terkait, terutama Pemerintah
 Daerah Jakarta, saat temu media, Ketua Pelaksana JBC, Budi Haryanto 
mengungkap, "Sejujurnya, belum ada keterkaitan mengenai hal ini dari 
pihak Pemda."
Sementara Bimo mengungkap, "Ke depannya mungkin akan diupayakan 
terus. Kami tidak bisa hanya berempat. Harus ada pendekatan dengan 
berbagai pihak. Tinggal proses waktu. Kami hanya penggagas awal. Karena 
ini adalah usaha untuk melestarikan budaya. Milik semua dan butuh 
bantuan dari semua."
                 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar