Ternyata Di Jakarta Pun Ada Kampung Batik
Posted on 2 Oktober 2012 by Widya Wicaksana    

Jual Tas Bayi HDY Baby Diaper Bag @ http://TasBayi.JawaraShop.com
Solo terkenal dengan kampung batiknya, 
Laweyan. Toko-toko penjual batik di sepanjang jalan itu sekaligus 
menjadi rumah bagi penjualnya. Pengrajin batik dan penjualnya menjadi 
satu, berjejeran di sepanjang jalan Kampung Laweyan. Di sini pengunjung 
bisa berbelanja dan melihat juga cara dan proses pembuatan batik.
Jakarta
 ternyata juga memiliki Kampung Batik. Meski tak sebesar Laweyan, 
Jakarta telah mulai membangun kampung batiknya sendiri sejak Mei 2011. 
Kampung batik yang terletak di Palbatu, Tebet, Jakarta Selatan, ini 
bahkan telah dua kali tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI).
Rekor MURI pertama diperoleh pada 2011 
karena Palbatu memiliki jalan terpanjang yang dicat dengan motif batik 
(133,9 meter). Rekor MURI kedua diperoleh tahun ini karena Palbatu 
memiliki jumlah rumah warga yang paling banyak dicat dengan motif batik.
 Total sekitar seratus rumah.
Dari mana datangnya kampung batik di Ibu Kota? Seorang pencinta batik
 bernama Ismoyo W Bimo sempat terinspirasi dengan konsep Kampung Batik 
Laweyan di Solo. Pendiri komunitas Batik Banget ini ingin membuat satu 
wilayah kampung batik di Jakarta.
Idenya didengar oleh Iwan Darmawan, yang 
kemudian mengenalkannya kepada Harry Domino. Bersama satu teman lain 
bernama Safri, keempat pria ini pun mengadakan acara Jakarta Batik 
Carnival di Palbatu pada 21 dan 22 Mei 2011.
“Saat itu kami mengundang 16 
pengrajin untuk datang ke Palbatu, mengadakan pameran, sekaligus 
mengenalkan batik kepada warga sekitar,” kenang lelaki yang akrab disapa Bimo itu kepada Kompas Female seusai pembukaan Jakarta Batik Carnival 2012.
-
Pro Kontra dari Warga
Sebagai kelanjutan dari kesuksesan 
Jakarta Batik Carnival 2011, Bimo dan teman-temannya melanjutkan misi 
untuk membangun Kampung Batik di Palbatu. Ide mereka mendapat dukungan 
dari warga, tetapi tak sedikit pula yang menentangnya.
“Kami 
coba cat satu rumah warga dengan motif batik, akhirnya yang lain ingin 
dicat juga. Jadi merembet ke semua rumah. Itu yang pro. Kalau warga yang
 kontra karena menganggap konsep kampung batik nantinya akan membuat 
kebisingan dan limbah canting yang merusak lingkungan,” ungkap Bimo.
Bimo dan teman-temannya pun menjelaskan 
kepada warga bahwa tidak akan ada kebisingan yang mengganggu ketenangan 
warga karena kegiatan mencanting akan berpusat di sanggar-sanggar. 
Selain itu, proses pewarnaan dan pencelupan batik tidak dilakukan di 
Palbatu, tetapi oleh perajin batik di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
“Anak-anak warga di sini belajar mencanting di sanggar. Saat ini 
sudah ada dua sanggar, yakni Sanggar Cantingku dan Sanggar Setapak. 
Anak-anak itu tahu prosesnya kain batik sampai pewarnaan dan pencelupan,
 tetapi praktiknya tidak di sanggar. Jadi, warga tidak perlu khawatir 
lagi dengan isu limbah canting,” kata Bimo.
Setelah warga menerima konsep kampung 
batik yang ditawarkan Bimo dan teman-temannya, konsep ini kemudian 
disepakati oleh 13 rukun tetangga (RT) dari 15 RT di wilayah Palbatu. 
Selama satu tahun, sudah dua RT rumah warga yang dicat dengan motif 
batik, masing-masing RT terdiri dari 50-an rumah. Tahun ini, rumah-rumah
 di lima RT lainnya akan dicat dengan motif batik. Sisanya akan terus 
dilanjutkan tahun-tahun berikutnya.

“Kami berharap, dua RT lagi bisa 
menyetujui konsep kampung batik ini sehingga seluruh wilayah Palbatu 
bisa menjadi kampung batik sebesar Laweyan di Solo. Saat ini saja, sudah
 ada 7 gerai batik yang dibangun setelah konsep kampung batik ini 
diterapkan,” tambah Bimo.
-
Batik Betawi
Menurut Bimo, dipilihnya Palbatu sebagai 
wilayah penerapan konsep kampung batik di Jakarta merupakan hal yang 
tepat. Ia menuturkan, dalam sejarahnya, Palbatu merupakan titik 
persinggungan antara Setiabudi-Karet-Semanggi-Benhil-Tanah Abang-Palmerah, yang dulunya merupakan tempat produksi batik Betawi.
“Sekarang wilayah-wilayah itu sudah 
jadi pusat kegiatan komersial, jadi saya rasa tepat jika kami memilih 
Palbatu sebagai wilayah untuk melestarikan budaya Indonesia,” ujar Bimo.
Bagi Bimo, membangun kampung batik di 
Palbatu merupakan perjuangan kecil yang bisa dilakukannya bersama 
teman-temannya untuk melestarikan budaya di Jakarta yang megapolitan. 
Jika tahun lalu mereka hanya berempat, kini semua warga Palbatu sudah 
membuka diri untuk membantunya membangun konsep kampung batik.
Upaya itu juga didukung oleh Yayasan 
Nalacity yang telah mengirimkan tenaga untuk mengadakan Jakarta Batik 
Carnival 2012. Ada pula tambahan sponsor dari perusahaan AkzoNobel Decorative Paints Indonesia (PT ICI Paints Indonesia), yang dikenal sebagai penyedia cat premium Dulux.

“Harapan saya dengan adanya kampung 
batik ini adalah warga bisa mengerti mengapa batik harganya mahal karena
 pembuatannya sulit. Namun, sesulit-sulitnya pembuatan batik, ini adalah
 warisan nenek moyang ratusan tahun lalu, yang harus kita lestarikan 
hingga seratus tahun kemudian,” kata Bimo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar